twitter





Dapan pesan dari ibu ini, katanya aku kecipratan awardnya ( .....:D suwun ya bu...). Aturan mainnya begini:
1. The winner may put the logo on her blog
2. Put a link to the person you got the award from
3. Nominate 5 blogs
4. Put links to the blogs
5. Leave a message for your nominees award


Maka mengikuti aturan, aku melemparnya lagi kepada:

1. Ibu dydy di Amrik

2. Ibukiki di Lampung

3. Ibu Amick di Purwokerto
4. Ibu shinto di Jakarta
5. Ibu Ninit di Singapura
Dari mereka antara lain aku menyerap banyak inspirasi.


Sepuluh menit saja menyulap baju kakak menjadi baju adik yang berkunjung dan kehabisan baju......

Awalnya begini:










Terlalu kegedean untuk anak umur 2 tahun kan?
















Dijahit di area sekitar leher saja. Saya menggunakan pita kecil sebagai benang. Kemudian dikerut begitu saja...



Begini jadinya...















Yang ini juga dibuat dengan cara yang sama:








Ingat proyek insomniaku tempo hari? Sampai kemarin pagi, masih utuh seperti sedia kala. Masih belum memutuskan untuk jadi apa. Tapi pigura sudah dibeli sih. Seapes-apesnya tidak jadi apa-apa, dia akan aku masukkan pigura dan jadilah hiasan dinding.
Hingga....susah tidur lagi dini hari tadi. Tepatnya bukan susah tidur. Aku tidur sore saat bojo surojo, yang adalah atlet gaple dan catur andalan RT, seperti biasa harus masuk "pelatnas" pukul 20.00. Pulang pukul 01.30, blio langsung mendengkur dengan suksesnya. Alhasil, istri jelita ini terbangun dan susah untuk terpejam lagi. Suara kereta api itu sungguh nyaring bunyinya...
Mencoba bergabung dengan kakak dan Bru -- dia lebih senang dipanggil Ade, karena sekarang menjadi adiknya kakak -- nihil hasilnya. Dua jagoan itu sama-sama hobi monolog plus saling menyepak dan muter searah jarum jam selagi tidur.
Maka, teringatlah proyek insomnia itu. Atas saran Uli di sini beberapa waktu lalu, jadilah tas imut yang bakal menemani jalan-jalan akhir pekan kakak....





























Setelah sekian minggu rajin window shopping di MP, aku amati hampir semua toko mensyaratkan rekening BCA untuk transfer-mentransfer pembayaran. Beberapa kali aku naksir barang, tapi urung karena mikir ribet mbayarnya: aku tak punya rekening BCA (hare gene...celetuk temen online-ku).

Masalahnya sederhana saja. Gaji ditransfer melalui Lippo (sekarang beralih ke Mandiri). Urusan bayar membayar (listrik, telepon, internet, tv kabel, hp, etc) semua bisa selesai dengan kartu-kartu itu. Jadi kenapa aku harus mempunyai ATM BCA? Apalagi setelah aku amati, ATM (dan teller) BCA lebih banyak antrinya dibanding yang lain. Membuang waktu lebih banyak, maaf maaf saja.

Tapi suatu hari, aku kesengsem berat sama baju imut untuk bayi. Kebetulan, kakakku berikut kru-nya (anak-anaknya yang empat orang itu) ada di rumah. Mengawal empat kurcaci seorang diri, tentu ada yang lewat-lewat. Nah apesnya, Nayu, anak terkecilnya, kehabisan stok baju, karena hanya membawa empat helai saja. Maka aku PM pemilik toko, pesan baju anak.

Ndilalahnya, aku juga harus pergi ke luar kota untuk satu urusan. Pulang-pulang baru ingat belum bayar di baju. Aku tengok lagi balesan PM blio, bayarnya pakai BCA. Huaduh!

Aku ke ATM Mandiri terdekat, untuk siapa tahu bisa transfer antar rekening. Ternyata, BCA tak masuk jaringan ATM bersama. Transfer gagal hari itu. Lalu jadwal tenggat yang mepet membuat aku tidak bisa v\curi-curi waktu untuk antri di BCA.

Baru hari ini kesampaian. Aku di urutan ke-30 dari ular antrian di loket teller yang --mungkin karena saking banyaknya nasabah, jadi senyum tak perlu lagi -- garang. Beruntung ada TV yang tengah menanyangkan berita infotainment. Jadi sambil antri, aku sekali-kalinya mengikuti berita sidang cerai Halimah-Bambang secara utuh. Sampailah aku di depan teller.

"Mau transfer, pak," kataku.

Tanpa senyum atau melihat wajahku, ia menarik kertas setoran dari tanganku. Mengamati angkanya sebentar, lalu dia bertitah, "Sistem kami tidak bisa memproses transaksi di bawah Rp 50 ribu."

"Lho, jadi bagaimana?"

"Ibu transfer Rp 50 ribu saja, atau pakai ATM."

"Tapi saya kan tidak punya rekening BCA?"

Dia diam, tidak memberi solusi apapun. Dan...memanggil nasabah berikutnya.

Sakit hatiiiiiii........Kalau tidak ingat aku sudah mengecewakan pemilik toko di MP itu, aku akan mundur. Batal.

Akhirnya aku menuju ATM di lantai bawah dan ada seorang bapak selesai bertransaksi. Singkat kata, aku minta tolong si bapak untuk mentransferkan ke nomor rekening pemilik MP. Dia sempat curiga sejenak. Tapi akhirnya transfer-mentransfer pun beres. Aku memberikan uang padanya.

Oala........



Dipan sofa sudah bosan dilipat-urai-lipat-urai. Saatnya dia berfungsi sebagai dipan seterusnya (sampai pemiliknya bosan dan memutuskan untuk dilipat lagi.....).

Sentuhan apa yang membuat dipan sofa tampak seperti dipan "normal"? Hmmmmm....semoga aksen kayu bisa membantunya

Jadi beginilah dia tampil mulai dua pekan ini:





































































Aku kadang terkagum-kagum dengan kakiku. Bukan karena saingan dengan bentuk kaki Luna Maya ya (he..he..), tapi karena dia adalah anggota tubuh yang paling kooperatif saat hati gulana. Bila Dela, sahabatku, di blognya memposting tulisan tentang dia pernah berjalan berkilo-kilo dengan kakinya yang bertelanjang, aku pernah berjalan di 5 mal dalam sehari tanpa membeli apapun, dari pukul 10.00 hingga 22.00! Tentu tak semua waktu dihabiskan untuk jalan. Ada makan mie Aceh, ada nongkrong sejenak di Olala Cafe, atau tenggelam di Kinokuniya.
Ya, aku suka jalan dalam arti sesungguhnya. Dengan berjalan, kita memanen pelajaran. Berjalan membuat kita berempati. Atau bila kita sedang diamuk prahara, menemukan sedikit "pencerahan" (halah...). Itu sebabnya, naik turun angkot tiga kali dari kantor menuju rumahku yang di sempalan itu sungguh aku nikmati.
Dahulu kala, aku pernah bersahabat dengan beberapa pemulung dan anak jalanan yang menjadi nara sumber tulisanku, juga karena hobi jalan ini. Dari mereka aku mendapat banyak informasi baru yang sangat renyah dijadikan topik tulisan.
Tapi ada yang lucu tentang hobi jalan ini. Aku hobi, bojo surojo tidak. Di awal hubungan kami, dia mencoba memahami belahan jiwanya yang jelita ini. Maka suatu hari yang cerah, kami pun berkencan di mal besar di Jakarta Selatan.
Baru beberapa putaran, langkahnya mulai pelan. Lalu terhenti di sebuah rumah makan Jepang. Lalu tak sabar ia meminta minuman manis kepada pelayan restoran. Lalu lagi, keringat aku lihat membanjir di tubuhnya. Dia dehidrasi. Mungkin tak begitu juga tepatnya, tapi hipoglikemia juga. Aku panik. Duniaku seperti berhenti.
Sejak itu, dia jarang terlibat dengan aktivitas jalan. Aku selalu pamit padanya dengan satu kalimat, "Hon, aku mau menikmati hidup dulu!" Dia paham yang aku maksud. Paling sesekali dia SMS, "Dimana?" "Apa saja yang dilihat?" Dan jarang dia tanya, "Beli apa saja?" karena memang seringkali aku tak membeli apa-apa....




Jadwal Juli
Minggu II dan III : boneka kucing manga
Jadwal Agustus
Minggu I : Boneka Anjing
Minggu II : Boneka Kelinci
Minggu III : Boneka Bussy Betsy
Minggu IV : Boneka Kijang




Membuat pola sederhana








Mengguntingnya untuk badan









Menyiapkan kepalanya, dan juga.........










Menggarap mukanya.
Pokoknya, singkat kata........................................



Karena berburu tikus dan tak dapat satupun karena kalah besar, maka saking ngantuk dan capeknya, Sweety pun tepar di lantai.........




Prahara itu membuatku menemukan definisi sahabat. Dia tak hanya ada ketika kita tertawa. Dia mengulurkan tangan tanpa diminta ketika kita diamuk nesatapa.

Terima kasih, temans, untuk tidak hanya menyediakan kuping, tetapi juga memberi jalan keluar dan uluran tangan. Juga panjatan doa tanpa diminta.
(Serasa sepikul beban di pundak hilang satu-satu....)



Satu hal yang aku suka dari mengotak-atik kain adalah: sebelum menjadi cabikan kecil atau rapuh, kain sekecil apapun atau sebuluk apapun, kagak ada matinya. Mau bukti?

Tradaaaa....cempal dari sarung bantal usang!

































foto diambil dari www.ndorokakung.com

Semalam, sambil menjahit boneka untuk Nayu, anak terkecil kakakku yang akan liburan di Jakarta, aku iseng-iseng ikutan nonton saluran TV pilihan Mbak Een, pekerja rumah tangga yang sudah dua bulan ini menemaniku. Acaranya, semacam kontes dangdut, mirip-mirip ajang pencarian bakal gitu. Nama acaranya aku lupa.

Tapi, bukan itu yang akan aku bahas. Salah satu penyanyi, memilih lagu yang top menurut dia, "Mabuk Janda". Syairnya kira-kira begini, "kalau mabuk judi, aku bisa maafkan. Tapi kalau mabuk janda, mending kita berpisah saja." Dia membawakan sebegitu rupa dan membawa penonton untuk memahami syairnya: bahwa janda, apalagi muda, adalah manusia yang layak kutuk. Bahkan, dampak janda lebih berbahaya ketimbang dampak judi....

Ada yang salah dengan syair itu? Tidak, mungkin tidak. Cuma, kenapa harus janda? Kenapa janda selalu dikonotasikan dengan "genit, ganjen, gatal (maaf...kasar), dan perebut suami orang"? Janda selalu menjadi "komoditas",; untuk digunjingkan, untuk menempelkan stereotip, untuk judul lagu, film.......

Menjadi janda, menurutku, bukan cita-cita. Tak ada orang yang mengidamkan untuk mengakhiri pernikahan dengan gembira dan menjadi janda. Ada seorang teman di kantor, suaminya meninggal tiba-tiba. Serangan jantung. Tujuh belas tahun pernikahan, dengan delapan tahun pertama disibukkan ikhtiar untuk mendapatkan keturunan, sudah pasti dia kehilangan hebat. Dia menjadi janda kini dan, "Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi setelah kepergian mas...Biarlah aku hidup untuk membesarkan amanah yang dititipkan padaku, buah cinta kami."

Mungkin, para penjual "janda" akan bilang: "yah...dia kan memang sudah tua. Yang aku maksud janda muda......"

Well. Namanya Kenes, sebut saja begitu. Ia mengetahui suaminya masih berhubungan dengan mantan pacarnya di bulan kedua pernikahan. Sempat berjanji untuk mengakhiri hubungan, bulan lalu, Kenes yang telah memiliki anak usia 1,5 tahun itu menemukan bukti suaminya masih jalan dengan orang yang sama. Maka ia pun memilih: menjadi janda.

Genitkan Kenes? Tidak. Perebut suami orangkah Kenes? Bukan! Dia justru korban. Tapi Kenes adalah wanita yang tangguh. Ia reporter andal. Dan ia mampu memutuskan dengan cepat.

Satu cita-citanya setelah menjanda: akan membesarkan anak dan membuat LSM Peduli Janda. Serieus! Ia ingin para janda berdaya. Dan menghentikan bulan-bulanan atas nama janda....


foto: jakarta-tourism.go.id

(Jumat lalu di atas busway...penumpang tak sebanyak biasanya).
Siapakah perempuan yang sepenggal tubuhnya tertangkap di cermin sopir:
lengannya seperti drumstick yang dulu sempat diributkan karena diimpor dari Amerika
Tapi yang ini ukuran raksasa; lemak menyembul seperti lengan Ade Rai yang lagi beraksi di atas panggungnya.......
Dan itu....lipatan lemak di pinggangnya seperti berebutan untuk memamerkan dirinya.
Hmmm...apalagi yang itu? Itu pinggang dia atau kantong Hp yang disembunyikan di balik baju?
Makin "parah" ketika: Mukanya ditekuk, semakin kelihatan lemak-lemak yang mampir di pipinya, di kantung matanya.....
Siapakah dia?



Ups.......
Ternyata aku!!!!